Aug 24, 2017
Widya Wicaksono
Selingkuh
Dalam dunia pertelevisian istilah channel switching itu sudah cukup umum. Istilah itu terbentuk atas sikap masyarakat yang cenderung tidak nyaman dengan channel atau acara televisi yang sedang tayang sekarang. Biasanya di rumuskan dimana seseorang memiliki televisi dan sedang menontonnya, serta memiliki remote control untuk memindahkan saluran televisi. Bisa saja dalam 5 menit terakhir saluran tersebut berpindah dari acara drama, sepakbola, masak memasak, debat politik, sampai acara berita peperangan.
Di beberapa restoran sendiri channel switching ini kerap terjadi, tapi istilahnya berubah menjadi plate switching. Contohnya di restoran Padang yang sudah ternama. Biasanya pada saat penyajiannya kita hanya tinggal duduk dan pelayan akan membawakan kita beberapa piring berisi berbagai pilihan makanan. Hanya saja disini kita tidak bisa menyicip sedikit, kemudian setelah mendapatkan pengalaman mengenai apa yang dirasa dan dikecap oleh lidah lalu apabila tidak suka maka kita memilih untuk tidak membayar makanan itu. Sayangnya bukan begitu konsep restauran di berbagai daerah kita. Karena tidak mungkin menyajikan makanan yang sudah kita cicipi itu ke konsumer lain.
Di restoran padang itu kita diberikan keleluasaan memilih piring apapun yang ingin kita cicipi, setia atau tidak dengan piring itu seterusnya menjadi tanggung jawab kita. Menurut saya memilih satu atau dua piring dalam restaurant Padang ini adalah tanggung jawab yang besar. Kenapa? Sebagaimana yang orang tua saya ajarkan kepada saya, apabila kita makan makanan apapun maka kita harus menghabiskan makanan tersebut. Banyak pertanyaan yang berkecamuk didalam kepala saya, seperti “Bagaimana kalau saya tidak suka dengan makanan ini?”.
Karena dengan memilih satu piring yang sudah saya pilih, saya akan terkesan selingkuh apabila belum menghabiskan piring itu terlebih dahulu tapi sudah mengambil makanan dari piring yang lain. Terlepas dari cita rasa yang awalnya saya rasakan di piring pilihan saya, bisa saja kemudian saya akan mendapatkan cita rasa lain saat gigitan terakhirnya. Paling tidak itu yang selalu saya harapkan terjadi. Kadang saat kita setia dengan pilihan ayam pop, bisa saja kita menemukan cita rasa yang berbeda dalam berbagai restaurant yang berbeda pula. Kesetiaan ini yang kemudian selalu menjadi tolak ukur untuk mengukur cita rasa yang paling tepat, mana yang enak dan mana yang biasa saja. Karena pekerjaan mencicipi makanan, adalah pekerjaan kesetiaan.
Related Post
As a Creative Enthusiast, I love exploring visual experiences through graphic design, illustration, motion design, UI/UX, and branding. In my free time, I enjoy drawing, music, movies, reading, and playing MMO games. If you see a monk walking alone in Durotar, just say hi—perhaps it’s me. I believe new challenges bring new adventures and opportunities for self-improvement.